Selasa, 03 Juni 2014

perkawinan poligami


  1. Pengertian Poligami
Poligami merupakan praktik pernikahan kepada lebih dari satu suami atau istri(sesuai dengan jenis kelamin orang bersangkutan). Hal ini berlawanan dengan praktik monogami yang hanya memiliki satu suami atau istri.
2. Bentuk Poligami
Terdapat tiga bentuk poligami, yaitu poligini (seorang pria memiliki beberapa istri sekaligus), poliandri (seorang wanita memiliki beberapa suami sekaligus), dan pernikahan kelompok (bahasa Inggrisgroup marriage, yaitu kombinasi poligini dan poliandri).

A. Pandangan poligami Menurut Agama Dan Hukum
—  Hindu
Baik poligini maupun poliandri dilakukan oleh sekalangan masyarakat Hindupada zaman dulu. Hinduisme tidak melarang maupun menyarankan poligami. Pada praktiknya dalam sejarah, hanya raja dan kasta tertentu yang melakukan poligami.
—  Buddhisme
Dalam Agama Buddha pandangan terhadap Poligami adalah suatu bentuk keserakahan (Lobha).
—  Yudaisme
Walaupun kitab-kitab kuno agama Yahudi menandakan bahwa poligami diizinkan, berbagai kalangan Yahudi kini melarang poligami.
—  Kristen
Gereja-gereja Kristen umumnya, (ProtestanKatolikOrtodoks, dan lain-lain) menentang praktik poligami. Namun beberapa gereja memperbolehkan poligami berdasarkan kitab-kitab kuna agama Yahudi. Gereja Katolik merevisi pandangannya sejak masa Paus Leo XIII pada tahun 1866 yakni dengan melarang poligami yang berlaku hingga sekarang
—  Mormonisme
Penganut Mormonisme pimpinan Joseph Smith di Amerika Serikat sejak tahun 1840-an hingga sekarang mempraktikkan, bahkan hampir mewajibkan poligami. Tahun 1882 penganut Mormon memprotes keras undang-undang anti-poligami yang dibuat pemerintah Amerika Serikat. Namun praktik ini resmi dihapuskan ketika Utah memilih untuk bergabung dengan Amerika Serikat. Sejumlah gerakan sempalan Mormon sampai kini masih mempraktekkan poligami.
—  Islam
Poligami dalam Islam merupakan praktik yang diperbolehkan (mubah, tidak larang namun tidak dianjurkan). Islam memperbolehkan seorang pria beristri hingga empat orang istri dengan syarat sang suami harus dapat berbuat adil terhadap seluruh istrinya (Surat an-Nisa ayat 3 4:3


B. Menurut Ragam Pandangan
Beberapa ulama kontemporer seperti Syekh Muhammad Abduh , Syekh Rashid Ridha, dan Syekh Muhammad al-Madan (ketiganya ulama terkemuka Al AzharMesir) lebih memilih memperketat penafsirannya. Muhammad Abduh dengan melihat kondisi Mesir saat itu (tahun 1899), memilih mengharamkan poligami. Syekh Muhammad Abduh mengatakan: Haram berpoligami bagi seseorang yang merasa khawatir akan berlaku tidak adil.[3].Saat ini negara Islam yang mengharamkan poligami hanya Maroko [4]. Namun sebagian besar negara-negara Islam di dunia hingga kini tetap membolehkan poligami, termasuk Undang-Undang Mesir dengan syarat sang pria harus menyertakan slip gajinya.
C. Poligami Menurut Mahkamah Konstitusi Indonesia
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) yang menyatakan bahwa asas perkawinan adalah monogami, dan poligami diperbolehkan dengan alasan, syarat, dan prosedur tertentu tidak bertentangan dengan ajaran islam dan hak untuk membentuk keluarga, hak untuk bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, dan hak untuk bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif sebagaimana diatur dalam UUD 1945 sebagaimana diutarakan dalam sidang pembacaan putusan perkara No. 12/PUU-V/2007 pengujian UU Perkawinan yang diajukan M. Insa, seorang wiraswasta asal Bintaro Jaya, Jakarta Selatan pada Rabu (3/10/2007).
Insa dalam permohonannya beranggapan bahwa Pasal 3 ayat (1) dan (2), Pasal 4 ayat (1) dan (2), Pasal 5 ayat (1), Pasal 9, Pasal 15, dan Pasal 24 UU Perkawinan telah mengurangi hak kebebasan untuk beribadah sesuai agamanya, yaitu beribadah Poligami. Selain itu, menurut Insa, dengan adanya pasal-pasal tersebut yang mengharuskan adanya izin isteri maupun pengadilan untuk melakukan poligami telah merugikan kemerdekaan dan kebebasan beragama dan mengurangi hak prerogatifnya dalam berumah tangga dan merugikan hak asasi manusia serta bersifat diskriminatif.
D. Dampak Positif Poligami
—  1). Mencegah perzinahan,
—  2). Mencegah pelacuran,
—  3). Mencegah kemiskinan,
—  4). Meningkatkan ekonomi keluarga.




E. Dampak Negative Poligami
—   Dampak psikologis
Perasaan inferior istri dan menyalahkan diri karena merasa tindakan suami berpoligami adalah akibat dari ketidakmampuan dirinya memenuhi kebutuhan biologis suami.
Dampak ekonomi rumah tangga
Ketergantungan secara ekonomi kepada suami. Walaupun ada beberapa suami memang dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya, tetapi dalam prakteknya lebih sering ditemukan bahwa suami lebih mementingkan istri muda dan menelantarkan istri dan anak-anaknya terdahulu.
 Dampak hukum
Seringnya terjadi nikah di bawah tangan (pernikahan yang tidak dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama), sehingga pernikahan dianggap tidak sah oleh negara, walaupun pernikahan tersebut sah menurut agama. Pihak perempuan akan dirugikan karena konsekuensinya suatu pernikahan dianggap tidak ada, seperti hak waris dan sebagainya.
Dampak kesehatan
Kebiasaan berganti-ganti pasangan menyebabkan suami atau istri menjadi rentan terhadap penyakit menular seksual (PMS), bahkan rentan terjangkit virus HIV/AIDS.
Kekerasan terhadap perempuan,
Baik kekerasan fisik, ekonomi, seksual maupun psikologis. Hal ini umum terjadi pada rumah tangga poligami, walaupun begitu kekerasan juga terjadi pada rumah tangga yang monogami.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar